Selasa, 16 Februari 2021

Sedekah Uban-Uban: Tradisi dan Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Melayu

Buletin Apero Fublic.- Sebuah tradisi yang bercampur dalam sistem kepercayaan masyarakat kuno, dimana segala sesuatu memiliki hubungan dengan alam lain (ghaib). Manusia hidup berdampingan dengan mahluk yang tidak kasat mata. Mahkluk-mahkluk tersebut menjadi penyebab-penyebab yang terjadi pada manusia, seperti sakit, sial dan sesuatu hal yang tidak sesuai harapan.

Masyarakat Melayu mengistilahkan ritual yang menjadi penghubung antara alam gaib dan alam nyata dengan, sedekah. Sedekah ini, selalu dilengkapi dengan doa, persembahan atau hidangan, mantra disertai membakar kemenyan. Kata sedekah adalah kosa kata yang masuk saat Islam menyebar pada masyarakat Melayu (sodaqoh). Kosa kata bahasa asli Melayu tentang sedekah ini (ritual) diistilahkan dengan, Nyambat.

Begitu juga dengan istilah sedekah uban-uban. Hal-hal demikian juga terdapat dalam sedekah uban-uban yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin. Sedekah uban-uban khusus untuk kaum wanita, terdiri dari ibu-ibu, gadis dan anak-anak (laki-laki dan perempuan).

Tradisi sedekah uban-Uuan dilaksanakan setelah beberapa hari ibu melahirkan. Jangka waktu pelaksanaan sedekah uban-uban kurang dari satu minggu atau lebih. Tapi tidak boleh terlalu lama lewat sepuluh hari dari kelahiran bayi. Yang biasa dilaksanakan sedekah uban-uban, yaitu dua atau tiga hari setelah melahirkan.

Nama uban-uban diambil dari hidangan wajib dalam ritual sedekah. Yaitu, nasi ketan dan ketan hitam atau padi arang. Ketan dan Ketan hitam atau padi arang dimasak menjadi nasi. Nasi ketan warna putih, nasi ketan hitam yang berwarna hitam. Hitam dan putih melambangkan warna rambut yang sudah beruban. Selain itu, ada nasih ketan hitam atau nasi padi arang yang diwadahi terpisah, pada wadah yang kecil seperti piring.

Setelah nasi ketan hitam diwadahi piring, lalu ditaburi dengan kelapa parut. Lalu ditutup dengan daun pisang. Nasi ketan hitam yang ditaburi dengan kelapa parut juga simbol dari rambut uban. Kalau rambut sudah beruban tentu manusia sudah tua. Sudah pantas menjadi seorang ibu dan bapak. Maka muncul istilah ibu-bape dalam tradisi sedekah uban-uban. Ibu berarti ibu dan bape berarti bapak. Kata ulangan “uban-uban” memberi tahu kalau bukan uban yang sebenarnya atau uban tiruan.

Sedekah uban-uban yang dilaksanakan oleh masyarakat beralasan agar “ibu-bape” dari anak yang dilahirkan tidak lagi mengganggu anak yang sudah dilahirkan. Karena gangguan ibu-bape akan menyebabkan bayi suka menangis atau sakit. Dengan harapan, setelah dilaksanakan sedekah uban-uban ibu-bape tidak lagi mengganggu bayi tersebut. Sehingga bayi akan menjadi tenang, tidak suka menangis dan sehat selalu.

Ibu-bape adalah istilah penyebutan untuk sepasang mahluk halus sebangsa jin atau malaikat dalam pemikiran masyarakat dulu. Masyarakat pendukung kebudayaan percaya kalau setiap bayi, mulai dari dalam kandungan sampai lahir dijaga oleh ibu-bape, tersebut. Setiap anak-anak menurut kepercayaan masyarakat memiliki ibu-bape masing-masing. Ibu-bape akan dipisahkan dari si bayi dan berharap melepaskan anak tersebut dengan baik-baik.

Kepercayaan ini kemungkinan pemaduan antara kepercayaan asli masyarakat Melayu purba dan dengan keimanan Islam sekarang. Dimana dalam Islam setiap manusia memiliki malaikat penjaga. Begitu juga saat melahirkan ibu-bape juga berperan membantu persalinan si ibu. Tentu saja ibu-bape tidak terlihat oleh manusia dan orang-orang yang membantu kelahiran bayi.

Muncul juga pemahaman masyarakat dahulu, bahwa saat sedang mengandung ibu disarankan tidak banyak berbuat aneh-aneh. Banyak pantangan dalam bertingkah laku dalam kesehariannya. Seperti tidak boleh membunuh hewan apa pun. Tidak boleh duduk di pertengahan pintu. Tidak makan sesuatu berwadah tutup perabotan, misalnya tutup panci. Hal-hal demikian akan menyebabkan kemarahan ibu-bape yang berdampak susa melahirkan atau musibah lain.

Sedekah uban-uban adalah wujud persembahan pada ibu-bape yang telah membantu menjaga ibu hamil, janin atau bayi dalam kandungan serta membantu proses persalinan ibu yang melahirkan. Selain itu, harapan ibu-bape pergi dan tidak mengganggu bayi tersebut.

Tanda bayi diganggu oleh ibu-bapeNya, bayi tersebut suka menangis dan sakit-sakitan. Biasanya, apa bilah bayi suka menangis dan sakit-sakitan, sementara sedekah uban-uban sudah dilaksanakan. Maka keluarga tersebut akan melaksanakan sedekah lanjutan yaitu, sedekah bobo belantan (bubur belantan). Belantan berarti bubur yang tidak ada rasanya.

Proses Sedekah Uban-Uban
Pertama, Sedekah uban-uban dimulai dengan persiapan. Memasak ketan dan ketan hitam, kemudian mempersiapkan makanan pendamping. Makanan pendamping berupa makanan ringan, seperti kerupuk, gorengan, umbi-umbian, kue, buah-buahan dan lainnya. Sesuai kemampuan dan selera tuan rumah.

Kedua, mempersiapkan hidangan sedekah. Wadah nasi ketan dan wadah nasi ketan hitam diletakkan berdampingan diikuti dua wadah kelapa parut. Satu wadah dengan rasa asin dan manis gulah merah. Satu wadah khusus berupa ketan hitam yang diwadahi piring dibuat padat dan membentuk membukit. Ditaburi dengan parutan kelapa pada bagian atas nasi padi arang (ketan hitam). Lalu ditutup dengan daun pisang. Inilah yang disebut hidangan sedekah uban-uban.

Wadah hidangan sedekah uban-uban disandingkan dengan wadah pembakar kemenyan. Setelah itu, orang tua yang mengerti akan duduk di dekat wadah bara api pembakar kemenyan. Sebelumnya, Tuan rumah sudah meminta tetangga untuk datang ke rumahnya. Yang perlu dicatat sedekah uban-uban khusus untuk wanita.

Maka pelaku, dan yang hadir pada acara sedekah uban-uban hanya kaum wanita, seperti ibu-ibu, gadis, dan anak-anak. Untuk anak-anak boleh laki-laki atau perempuan. Setelah semua undangan duduk menghadap hidangan, orang tua yang mengerti mulai ritual.

Ketiga, diawali dengan pembakaran kemenyan dan dilanjutkan pembacaan mantra oleh orang tua. Setelah itu, bayi digendong didekat pemimpin ritual, lalu asap kemenyan di syaratkan mengenakan bayi. Syarat maksudnya hanya sedikit saja karena khawatir pada bayi oleh paparan asap. Kemudian, kepala bayi ditaburi kelapa parut yang diwadah hidangan uban-uban. Itu juga hanya syarat saja, hanya beberapa butir.

Keempat, proses ritual selesai dan bayi kembali dibawa ketempat tidurnya. Orang tua yang mengerti kembali memimpin acara sedekah. Dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat dan doa lainnya untuk bayi yang baru lahir. Kemudian dilanjutkan makan bersama. Setelah acaran makan bersama selesai sedekah uban-uban pun selesai.

Nilai-Nilai Budaya Sedekah Uban-Uban
1.Ucapan rasa syukur pada Allah SWT ( Tuhan Yang Maha Esa) atas lahirnya anak mereka dengan baik, sehat dan selamat.

2.Bergembira bersama-sama atas kelahiran anak mereka. Menyambut kehadiran anak mereka dengan bahagia.

3.Mendapat doa yang baik dari orang banyak. Dengan demikian anak mereka akan sehat selalu, tidak rewel, tidak nakal, dan menjadi anak yang shaleh.

4.Secara tidak langsung mengabarkan dan memberi tahu masyarakat sekitar atas lahirnya seorang anak dari keluarga tersebut.

5.Menghargai seorang ibu yang melahirkan; Pertama, menghargai ibu yang baru saja berjuang melahirkan anaknya. Juga menghargai para ibu-ibu yang lainnya yang juga pernah melahirkan. Begitu juga dengan wanita yang akan melahirkan mereka tidak takut akan melahirkan (ibu hamil dan gadis-gadis yang akan menikah), yang dikatakan sangat menyakitkan. Sebab semua orang berbahagia kalau mereka melahirkan anak. Sehingga para wanita tidak takut melahirkan, tidak takut menjadi seorang ibu.

6.Menghibur ibu yang baru melahirkan, karena dirumahnya ramai banyak tamu, banyak keluarga yang datang. Sehingga dia dapat melupakan masa-masa perjuangannya beberapa hari lalu saat melahirkan yang sangat sulit itu.

Oleh. Tim Buletin Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 16 Januari 2021.
 
Sy. Apero Fublic

0 comments:

Posting Komentar