Berikut
rangkuman standar pemikiran orang Indonesia tentang sukses. Kalau kita cermati
kesuksesan orang Indonesia hanya sebatas dapat materi sebanyak-banyaknya dan
banyak gaya (sok).
Pertama:
Mendapatkan material seperti membeli mobil-sepeda motor (kes atau kredit),
menggunakan handphone terbaru, banyak
perhiasan-perhiasan dan sebagainya. Dengan adanya benda-benda demikian dirinya
merasa sukses. Terkadang hasil yang dia dapat dari kreditan dan kesulitan juga
membayar semuanya. Kalau dipikir benda-benda tersebut barulah sebatas fasiltas
hidup, bukan kesusksesan hidup.
Kedua
dalam hal makan: Orang sukses itu makan-makan di tempat mahal, tidak mau makan-makanan
sederhana. Kalau terkena kotor sedikit lebai minta ampun seolah-olah dirinya
orang terbersih di dunia. Padahal kontek makanan bukan tempat makan, bukan rasa
makanan, bukan pulah diukur dari harganya. Tetapi dinilai dari manfaat makanan
itu untuk tubuh, seperti kandungan karbohidratnya dan lainnya, adakah efek
samping pada kesehatan. Halal atau tidak makanannya.
Logikanya,
dimana pun tempat makan; restoran atau warung yang dimakan bukan tempat tetapi
makanan di dalam piring. Begitu juga sesudah makan tidak mubazir dan tidak
menambah banyak limbah makanan. Bukan pulah diukur seberapa banyak yang
terhidang, tapi diukur seberapa banyak yang dapat dimakan. Untuk apa berbagai makanan
terhidang kalau yang dimakan hanya tetap satu piring sesuai ukuran lambung
manusia.
Ketiga,
boros dan tanpa perhitungan: Semua yang digunakan serba mahal dan suka hura-hura.
Baju agak murah tidak mau dan dia pikir bilang malu. Padahal dahulunya juga
memakai pakaian obral. Analog: Kalau merokok belum habis satu batang, baru
setengah batang sudah dipadamkan di dalam asbak. Biar kalau dilihat orang
dirinya tidak rakus, pikiran minta dipuji orang.
Kalau
cepat habis cepat beli lagi, uang banyak katanya. Hemat berbeda dengan pelit.
Hemat mengolah dengan baik keuaangan dan barang sesuai kebutuhan. Sedangkan
pelit, sedikit yang dia manfaatkan tapi banyak yang dia simpan. Terkadang saat
dia mendapat uang cukup tidak permanen. Karena lupa menabung dan hidup boros
suatu ketika pendapatannya menurun dia jatuh miskin lagi. Kita perhatikan
kehidupan glamor tokoh publik, artis, model dan lainnya. Artis berpikir bukanlah
artis dirinya kalau tidak hidup glamor. Padahal masyarakat hanya menyukai orang
yang berprestasi, tidak lebih.
Keempat:
Bekerja dengan pakaian rapi dan memakai dasi. Kalau sudah bekerja memakai dasi
dan berbaju kemeja. Maka dirinya merasa jadi orang sukses. Mulai merendahkan
petani, pemulung dan kuli. Padahal beras yang dia makan membeli beras hasil
tanaman petani, kuli yang mengakat dan mendistribusikan dan pemulung yang memungut
sampah yang dia buang sembarangan. Kadang juga honor orang begitu per bulan
pas-pasan untuk kebutuhan hidup. Apa lagi kalau hononya agak lebih semakin
menganggap dirinya hebat dan sukses.
Kelima,
menggunakan bahasa-bahasa asing misalnya bahasa Inggris. Orang-orang ini
mencampur aduk bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Dengan demikian dirinya
merasa berkelas dan terpelajar. Maka dengan demikian merasa sukseslah dirnya
itu. Padahal bahasa asing untuk komunikasi dengan orang asing, untuk pergaulan
internasional dan kebutuhan akademis. Dirinya malah pamer dan sok ketinggian.
Orang banyak memerlukan pemahaman saat bicara. Dirinya menggunakan bahasa untuk
dibilang sukses dan berkelas.
Keenam,
merasa dirinya lebih tinggi dari kebanyakan orang. Dia tidak merasa membutuhkan
masyarakat kebanyakan lainnya. Dalam bergaul dia memilih-milih, selain itu manusia
dia berikan kelas-kelas sosial. Kalau bicara dengan orang-orang biasa
seakan-akan dirinya begitu berwibawa. Sehingga dia tidak mau berkata-kata
bahasan biasa-biasa saja menurutnya. Padahal dirinya juga tidak memiliki
intelektual memadai. Serta tidak memiliki pergaulan sosial cukup dengan
masyarakat.
Ketuju,
sukses orang Indonesia “dari kata orang”. Omong besar dengan menceritakan
tentang kehebatan dan kelebihannya dalam materi dan pendapatan dari kerjanya.
Omongan ini cenderung dia besar-besarkan agar orang mengira dan mengakui kalau
dia orang sukses. Kadang kalah orang demikian melakukan pekerjaan tidak
terhormat dan tidak halal. Namun dia bersandiwara seakan dirinya orang yang
terhormat. Dengan omongan-omongan bohong tersebut dia menipu masyarakat agar
dibilang sukses. Maka suksesnya hayalah sebatas sukses “kata orang-orang.”
Kedelapan sombong dan egoisme, suka berbuat hal-hal buruk dan dosa. Banyak orang di negara kita meminta dibilang kaya dan sukses berbuat hal-hal buruk. Misalnya minum-minuman beralkohor, memakai narkoba, hidup sombong dan tidak mau diatur. Kadang dia memperlakukan istri, keluarga sesuka hatinya. Begitu juga dengan pekerjanya semaunya saja. Hanya karena ingin dibilang bos atau orang sukses-berkuasa.
Begitulah
standar keberhasilan orang Indonesia. Tidak ada yang lebih baik dari delapan
hal tersebut. Orang Indonesia tidak mengerti bagaimana menjadi manusia yang
sukses. Malu menjadi manusia baik dengan visi kedepan yang bersanding dengan
kemanusiaan.
Tidak
menyadari kalau hidup dengan perilaku yang sederhana dan biasa-biasa saja
sangatlah indah. Sukses atau sudah kaya sesungguhnya tidak perlu dengan bergaya
dan meminta pengakuan publik. Sebab uang dan kekayaan tidak akan bertambah
sebab hal tersebut. Walau memiliki uang bukan berarti kebijaksanaan dan ilmu
pengetahuan masuk otomatis kedalam kepala secara sendirinya. Sehingga merasa
selalu benar dan lupa akan kematian hanya karena merasa diri sudah sukses.
Manusia
sukses bukan diukur dari semewah apa dalam kehidupannya. Tapi diukur dari
kebaikan dan kebijaksanaan hidup. Dimana dia dapat menjadi kaya tetapi dirinya
tetap sederhana. Dapat menempakan diri dimana dia menggunakan bahasa asing dan
bahasa ibu.
Dapat
bergaul dengan baik dengan berbagai kalangan masyarakat. Intinya, manusia sukses adalah manusia yang
berguna bagi sesamanya. Sukses dalam materi, dimana dia dapat mencukupi
hidupnya serta dapat membatu sesama. Sukses dalam kerja dimana dia dapat
menyelesaikan tugas-tugas kerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Kalau
orang Indonesia sukses dalam kerja dimana dia dapat uang sampingan seperti
korupsi atau pungli.
Menurut saya, orang yang sukses adalah orang yang dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Sebagai contoh: seorang ayah sampai akhir hanyatnya dapat menjaga dan mendidik anak-anaknya. Lalu anak-anaknya menjadi manusia yang baik. Kita memulai berpikir lebih mendalam agar daya pikir masyarakat kita meningkat.
Disusun: Tim
Apero Fublic
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Rama Saputra.
Palembang,
3 November 2021.
Sy. Apero Fublic
0 comments:
Posting Komentar