Syarce

Syarce adalah singkatan dari syair cerita. Syair cerita bentuk penggabungan cerita dan syair sehingga pembaca dapat mengerti makna dan maksud dari isi syair.

Apero Mart

Apero Mart adalah tokoh online dan ofline yang menyediakan semua kebutuhan. Dari produk kesehatan, produk kosmetik, fashion, sembako, elektronik, perhiasan, buku-buku, dan sebagainya.

Apero Book

Apero Book adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi semua jenis buku. Buku fiksi, non fiksi, buku tulis. Selain itu juga menyediakan jasa konsultasi dalam pembelian buku yang terkait dengan penelitian ilmiah.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan jasa untuk mempolerkan usaha, bisnis, dan figur. Membantu karir jalan karir anda menuju kepopuleran nomor satu.

@Kisahku

@Kisahku adalah bentuk karya tulis yang memuat tentang kisah-kisah disekitar kita. Seperti kisah nyata, kisah fiksi, kisah hidayah, persahabatan, kisah cinta, kisah masa kecil, dan sebagaginya.

Surat Kita

Surat Kita adalah suatu metode berkirim surat tanpa alamat dan tujuan. Surat Kita bentuk sastra yang menjelaskan suatu pokok permasalaan tanpa harus berkata pada sesiapapun tapi diterima siapa saja.

Sastra Kita

Sastra Kita adalah kolom penghimpun sastra-sastra yang dilahirkan oleh masyarakat. Sastra kita istilah baru untuk menamakan dengan sastra rakyat. Sastra Kita juga bagian dari sastra yang ditulis oleh masyakat awam sastra.

Apero Gift

Apero Gift adalah perusahaan yang menyediakan semua jenis hadia atau sovenir. Seperti hadia pernikahan, hadia ulang tahun, hadiah persahabatan, menyediakan sovenir wisata dan sebagainya. Melayani secara online dan ofline.

Senin, 13 Desember 2021

Apa Guna Pendidikan: Sekolah dan Perguruan Tinggi ???

BULETIN APERO FUBLIC.- Masyarakat kita selalu menilai ukuran hasil Dunia Pendidikan dengan; bekerja dikantor, menjadi PNS dan menjadi orang kaya. Pendidikan dianggap untuk mengkayakan orang dengan kerja mudah lagi bersih. Apabila hal demikian terpenuhi maka bergunalah pendidikannya ???.

Dalam pemikiran masyarakat kita, apabila semakin tinggi pendidikannya maka semakin hebatlah orang tersebut dalam mencari pekerjaan. Sehingga dalam pendidikan tidak banyak yang serius. Pelajaran hanya sarana mencari nilai, bukan untuk memahami apa yang dipelajari (Akademisi). Apalagi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dipelajari. Tujuan akhir dari belajar mereka adalah ijazah. Ijazah nantinya untuk digunakan mencari kerja.

Bahkan banyak juga masyarakat kita mengikuti Pendidikan Tinggi hanya untuk karir pendidikan. Karena ekonomi sudah mencukupi, maka masuklah dia ke Perguruan Tinggi. Mereka membanggakan gelar dan merasa sudah hebat saat mendapatkan gelar tersebut. Timbul kesombongan dan merasa dirinya lebih dari orang-orang, meremehkan. Bicara besar dan keras tapi kosong ilmu pengetahuan. Kadang ada yang ingin menjadi pemimpin, yang nantinya berkorupsi.

Kemudian ada juga kelompok yang menjadikan pendidikan untuk sarana naik golongan PNS atau untuk menjadi PNS karena sudah lama honorer. Begitu juga ada yang sudah bekerja disuatu perusahaan kembali masuk Perguruan Tinggi agar dia bisa naik pangkat. Atau dipilih orang menjadi pengganti atau penerus pada suatu jabatan sebab dirinya sudah Strata 2 (S2). Kalau di Kampus dia bisa menjadi dekan setidaknya, dengan masuk strata tiga.

Begitulah sedikit gambaran dunia kalangan Akademisi kita. Tidak banyak bahkan mungkin tidak ada yang benar-benar belajar. Apalagi untuk mengembangkan suatu bidang disiplin ilmu. Atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu penelitian dari hasil pemikirannya. Contoh, seandainya skripsi strata satunya tentang suatu Arkeologi Daerahnya lalu dia masuk Strata Dua untuk meneruskan penelitian skripsinya tersebut lebih mendalam dengan tesisnya.Tidak banyak yang demikian, hampir semua  untuk tujuan-tujuan materi dan gaya.

Kebalikan dari hal tersebut, misalnya seorang sarjanah pulang ke desa dan bertani atau beternak. Maka buruklah dalam pandangan masyarakat kita. Karena menganggap pekerjaan adalah pekerjaan rendahan dan kotor. Lalu mereka berkata, untuk apa kuliah atau sekolah kalau masih bertani. Karena masyarakat kita berpikir bertani dan beternak tidak perlu pendidikan dan bisa dikerjakan oleh orang bodoh yang buta hurup.

Kalau kita bandingkan pertanian orang tidak berpendidikan. Lihat saja mereka bertanam hanya sekedar hidup apa yang ditanam. Kalau berternak sapi pastilah sapinya berkeliaran dijalanan (melanggar hukum). Hasil pertanian-peternakan yang sedikit dan dibeli oleh tengkulak lalu harganya dimainkan mafia pertanian. Sehingga petani kita yang bodoh selalu menjadi miskin.

Mereka tidak pandai berorganisasi, pemikirannya pendek, mudah ditipu, dan memakai cara-cara tradisional. Selain itu, orang kurang pendidikan bersifat kolot, susah diatur tidak disiplin. Sehingga inisiatif usaha yang lebih baik tidak ada. Kemudian adanya program pemerintah selalu gagal. Lihat saja masyarakat kita lebih dalam, tidak ada perkembangan dunia pertanian kita. Demikianlah hasil pemikiran masyarakat kita kalau petani tidak perlu pendidikan.

Pola pikir masyarakat kita masih sangat rendah sekali. Bukan hanya masyarakat pedesaan, termasuk kalangan orang yang masuk Perguruan Tinggi dan perkotaan. Pandangan hidup masyarakat kita dibutakan oleh gaji perbulan dari perusaan atau negara. Lalu dibalut gaya baju kemeja disertai dasi. Kalau sudah ada gaji (honor) dan berbaju kemeja disertai dasi demikian, maka sukseslah dan terhormat orang itu. Bergunalah juga sekolah atau pendidikan orang tersebut.

Apabila honor mereka dibandingkan dengan pedagang gorengan di pinggir jalan, kalah jauh. Namun pedagang gorengan dianggap rendah hanya karena berkeringat dan bekerja tidak di dalam gedung. Ada juga masyarakat berkata, kalah tempat dan kalah gaya. Namun pendapatan sama atau lebih banyak. Apabila dia seorang sarjanah maka dia akan dicemooh kalau menjadi penjual gorengan.

Pertanyaan sekarang, dimana letak pentingnya pendidikan untuk manusia. Bagaimana kita menilai hasil pendidikan pada seseorang dan pada masyarakat secara umum. Kita mulai dari Sekolah Dasar.

Anda yang dulu tidak mengerti berhitung dan membaca. Setelah selesai sekolah dasar anda dapat membaca dan menulis. Anda dapat menghitung uang kembalian setelah belanja dan orang tidak dapat menipu Anda. Begitu juga saat di jalan anda tidak tahu arah. Kemudian ada petunjuk arah dengan tulisan arah kemana jalan menuju, sehingga tidak tersesat. Dua contoh tersebut salah satu hasil dari pendidikan.

Pendidikan SD baru pendidikan dasar dimana digunakan untuk keseharian kita dalam masyarakat. Anda bayangkan bagaimana kalau tidak dapat menghitung, membaca dan menulis. Untuk perkembangan daya pikir yang lebih baik maka dilanjutkan dengan pendidikan SMP dan SMA.

Pendidikan SD sampai SMA  belum menyentuh daya pikir luas. hanya sebatas pendidikan yang mempelajari dengan cara dituntun. Sehingga dalam sosial-masyarakat lulusan  80% sebatas pekerja yang diinstruksikan (disuruh-suruh). Jarang sekali ada yang mandiri dalam daya pikir.

Hasil Pendidikan Secara Individu

1.Tidak Dibohongi Orang.

Hasil dari pendidikan pertama adalah orang tersebut tidak bodoh, minimal dia tidak dibohongi orang dengan mudah. Mengerti hal-hal yang bersifat adu-domba dan hal-hal bodoh. Dalam ekonomi dapat mengatur keuangan rumah tangga. Walaupun tidak begitu sempurnah karena sebab tergantung pada pola pemahaman dan tingkat kecerdasan individu tersebut.

2.Tidak Bersifat Anjing Gonggong.

Sifat anjing gonggong adalah istilah yang berasal dari masyarakat Melayu Sekayu. Sebagaimana kita tahu kalau kita melewati sebuah halam rumah orang yang memelihara anjing biasanya si anjing menggongong atau menyalak orang yang lewat atau apa saja yang melintas. Namun aslinya anjing tersebut bukan anjing yang pemberani. Dia tampak berani karena di dekat rumah majikannya dan banyak juga temannya.

Di tahun 1990-an sifat anjing gonggong masih sangat marak di Indonesia. Dimana sering sekali terjadi perkelahian kelompok anak-anak, atau sekelompok orang. Perkelahian masal atau individu dipicu karena merasa jagoan di daerahnya, dikampungnya atau di gangnya. Kelompok ini sering mencari gara-gara untuk berkelahi. Contoh, kalau ada orang yang baru tiba ke daerahnya. Orang tersebut di ganggu dan memicu keributan.

Sekarang sejak berkembangnya dunia pendidikan dimana pola-pikir yang terbuka dan dapat menilai nilai-nilai perilaku cukup baik. Sifat anjing gonggong beransur-ansur menghilang dan sudah jarang kita temui sekarang. Sifat tersebut diidap kelompok-kelompok pemuda atau kaum laki-laki karena mereka bodoh dan tidak terdidik. Berkurangnya sifat anjing gonggong membuat kehidupan masyarakat cukup tenang.

Selain itu, sifat demikian juga berciri membenci orang diluar kelompok mereka, suka kekerasan, bangga kejahatan, dan mudah diolok-olok. Hasil pendidikan telah merubah polah pikir tersebut yang membentuk tatanan masyarakat yang luas.

3.Mudah Memahami

Apa yang dimaksud dengan mudah memahami?. Yaitu, apabila orang yang sudah bersekolah  mudah memahami maksud-maksud dari bermasyarakat melalui interaksi sosial. Misalnya dia pergi ke rumah sakit, dia tidak bingung dan tahu alur penjelasan petugas kesehatan di rumah sakit. Dan disemua tempat, misalnya di terminal, di perbangkan, di pasar, atau ditempat-tempat formal lainnya. Untuk yang hanya selesai sekolah SD dan SMP saja kadang masih kesulitan dalam bersosialisasi secara administrasi.

4.Tidak Bersifat Inverioritas

Inverioritas adalah paham pemikiran bahwa dirinya tidak ada apa-apanya. Selalu merasa lemah dan tidak mampu dalam segala bidang. Punya pemikiran tapi tidak mampu menjelaskan karena merasa tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Orang yang tidak berpendidikan dan yang memiliki pendidikan rendah akan mengidap penyakit inverioritas seperti ini.

Hasil pendidikan Dalam Sosial Masyarakat

Pendidikan memiliki peran dalam sosial masyarakat. Karena pendidikan ditujukan bukan hanya sebatas pengembangan SDM individu. Tapi sekaligus untuk pengembangan kehidupan sosial masyarakat secara menyeluruh. Karena kehidupan sebuah komunitas masyarakat dibutuhkan kemampuan SDM yang memadai. Pemikiran orang yang sudah mendapat pendidikan akan berubah menjadi lebih baik dan lebih panjang.

1.Tercipta Masyarakat Maju.

Masyarakat yang maju dimana dapat beradaptasi dengan perkembangan dunia, baik dalam bidang hubungan sosial manusia dan perkembangan teknologi. Masyarakat yang terdidik dapat dengan muda beradaptasi. Misalnya dalam penggunaan teknologi keuangan, teknologi komunikasi, dan transportasi. Mengapa disebut demikian, karena satu orang (individu) adalah bagian dari masyarakat yang bersatu dengan individu lainnya maka jadilah masyarakat.

2.Pemikiran Yang Terbuka.

Seorang individu yang sudah menempuh Pendidikan Tinggi memiliki pemikiran terbuka, lentur dan tidak kaku. Berbeda dengan yang masih pendidikan dari SD sampai SMA. Tidak meributkan hal-hal yang tidak perlu. Apabila orang tersebut sudah menempuh Pendidikan Tinggi masih dengan pola-pikir SMA kebawa. Maka pendidikan Tingginya gagal atau tidak berhasil.

3. Dapat Berpikir Logis

Untuk dapat berpikir logis memang sulit, bahkan di negara kita yang sudah menyelesaikan pendidikan sampai Strata Dua belum tentu dapat berpikir logis. Sebab, orang yang dapat berpikir logis adalah orang-orang yang memiliki banyak pengetahuan. Dari orang-orang berpikir logis ini dapat menuntun orang-orang yang belum dapat berpikir logis. Kelompok terbanyak yang belum mampu berpikir logis pendidikannya dari yang tidak sekolah sampai ke SMA-Sederajad. Contoh berpikir logis adalah orang yang tidak percaya tahayul dan mengerti apa itu tahayul.

4.Menyiapkan Generasi Lebih Baik

Dalam dunia pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau Swasta dan Masyarakat. Untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik. Baik dalam segi moral, pola-pikir, persiapan generasi pemimpin, regenerasi bidang tenaga kerja dan lainnya.

Kesejahteraan seseorang bukan karena bersekolah dan kuliah. Bukan pula karena penghasilannya. Tapi terletak pada pengelolaan keuangan. Baik keuangannya jangka pendek atau jangka panjang. Kemampuan berpikir demikian karena hasil pendidikan sehingga orang tersebut mampu berpikir panjang. Ketika dia tidak dapat mengelolah keuangan dengan baik. Maka dia telah gagal dalam dunia pendidikannya.

Untuk lapangan pekerjaan bukan beban dunia pendidikan (sekolah-Perguruan Tinggi). Tapi beban Pemerintah dan beban masyarakat itu sendiri. Tidak boleh menganggap dunia pendidikan gagal lantaran alumni menganggur. Sebab masyarakat dituntut untuk kreatif dan tidak malas dalam menemukan ide-ide untuk lapangan pekerjaannya. Walau pemerintah menciptakan iklim tapi kalau rakyatnya tidak memiliki kompeten juga percuma.

Kalau kita mau mengambil pelajaran dari negara maju, seperti Inggris dan Jepang. Dimana banyak individu masyarakatnya memilki ide-ide ekonomi kreatif yang kemudian tercipta lapangan pekerjaan. Hal demikian didorong oleh masyarakatnya yang terdidik dan cerdas. Masyarakat Inggris dan Jepang gemar membaca yang menjunjung tinggi pendidikan.

Maka dari itu, dalam dunia pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi bukan untuk mengkayakan seseorang dengan materi, tidak untuk bekerja di suatu tempat setelah lulus. Tapi dalam dunia pendidikan hanya untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Setelah menempuh pendidikan diharapkan dengan ilmu yang dia dapat orang tersebut dapat mencari peruntungan hidupnya sendiri. Memulai berusaha, mengembangkan ide-ide. Kalau ada lowongan  bekerja pada sebuah perusahaan atau pun menjadi ASN. Dengan demikian, saat lulus tugas institusi pendidikan selesai, tapi proses belajar alumni tetap berjalan terus.

Dari sedikit penjelasan tersebut baru sedikit sekali hasil pendidikan yang dijelaskan. misalnya mengenai penciptaan teknologi, penataan ekonomi, munculnya orang-orang bijaksana yang membela keadilan dan menjadi pemimpin, hadirnya orang-orang yang memiliki ide dan mengembangkan lapangan pekerjaan, para pemikir kemanusiaan-lingkungan hidup dan lainnya.  Hasil peradaban manusia sekarang berkah dari pendidikan. Kalau kita (orang Indonesia) hanya menganggap hasil pendidikan sebatas PNS, bekerja kantoran-upah kerja, gaya (memakai baju kemeja dan dasi). Tentu hal tersebut sangat tidak sesuai dan tidak pantas (terlalu bodoh).

Ada lelucon yang mungkin benar “tidak perlu pintar dan berilmu, sebab bekerja hanya perlu uang pelicin, orang dalam, dan ijazah.”

Disusun. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 13 Desember 2021.

Sy. Apero Fublic