Dari
kebijakan-kebijakan yang terus berubah-ubah. Mungkin mencari yang terbaik atau
apa. Tapi perubahan yang tidak berkesinambungan dan tidak ada pengembangan
pengetahuan dalam bidang itu. Tentu sangat mengganggu perkembangan dunia
pendidikan dan perbaikan mutu pendidikan. Begitu juga dalam pemerintahan,
dimana banyak kebijakan-kebijakan yang tidak karuan akan membuat jalan
pertumbuhan kemajuan terganggu. Rezim yang satunya membuat program, rezim
selanjutnya membatalkan dan membuat program baru. Bergitu terus menerus
sehingga tidak tampak hasil kerja pemerintah. Kita ibaratkan dengan menanam
pohon pada satu lobang, kalau kita selalu mengganti-ganti pohon tersebut maka
tanaman kita tidak akan tumbuh besar dan berbuah.
Dalam
pertahanan zaman Orde Lama bekerja sama dengan Rusia. Orde Baru yang oposisi
pada Orde Lama memberhentikan kerja sama dengan Rusia dan bekerjasama dengan
Amerika Serikat. Kemudian kita di embargo oleh Amerika Serikat dan kembali lagi
ke Rusia membeli pesawat zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sekarang di
zaman Presiden Jokowidodo kita membeli pesawat Rapale dari Perancis. Mungkin
tidak lama lagi pesawat itu juga di embargo sekutu dengan alasan apa saja,
misalnya Indonesia melanggar HAM. Setelah itu, kita kemana lagi? Apa lagi?.
Kita sibuk begitu-begitu saja.
Di
Amerika Serikat walau kepemimpinan pemerintahan bukan otokrasi. Tapi mereka menggunakan
dua partai, Demokrat dan Republik. Walau presiden dipilih setiap empat tahun
sekali. Namun tetap berasal dari dua partai tersebut. Sehingga jalan
pemerintahan tetap pada rel yang mereka gariskan. Yang Republik sesuai dengan
haluan politik mereka dan yang Demokrat sesuai dengan haluan politik Demokrat.
Kedua partai tersebut hanya berfungsi sebagai oposisi dan pemerintahan. Tidak
ada lagi pertarungan ideologi, pertentangan paham dalam pemerintahan.
Kembali
ke Indonesia, bagaimana jalan politik dan pemerintahan kita. Negara kita
memiliki banyak partai-partai politik. Semua memiliki tujuan dan kepentingan
sendiri-sendiri. Membawa paham-paham sendiri dengan jalan yang mengambang. Kita
tidak memiliki satu visi untuk kemajuan bangsa. Sepanjang jalan pemerintahan
yang terjadi hanyalah kontes perebutan kursi dan pengaruh. Setiap pemenang
pemilu hanya menjadi alur dimana jalannya rezimnya, sebatas rezimnya, dan
sebatas ambisinya. Sementara partai yang lainnya sibuk dengan keinginanan
mereka, entah berjuang untuk kelompok mereka, untuk ideologi atau untuk menekan
yang lainnya. Tampak sekali kalau sistem pemerintahan kita seperti anak remaja
yang baru lulus SMA. Bingung tidak tahu mau apa, kadang begini, kadang begitu
dan berambisi pada segalah hal. Namun semua yang dikerjakan tidak ada yang
selesai. Ingin tampil baik, ingin terlihat dewasa, ingin berjuang, tapi tidak
mengerti harus bagaimana. Ibarat seorang laki-laki dia belum selesai dengan
dirinya.
Lalu
bagaimana dengan sistem otokrasi seperti di Rusia, Turki, Cina. Negara mereka
memiliki kemajuan dan kemandirian bernegara dengan sistem pembangunan
berkelanjutan. Punya jatidiri yang kuat dan ketentuan yang tetap. Sehingga
setahap demi setahap negara merangkak maju. Di Rusia, Turki, Cina terbentuk
jalan yang jelas. Misalnya Cina yang komunis, walau presiden terus di pilih dan
berganti namun tujuan partai tetap. Di Amerika Serikat walau presidenya dipilih
setiap empat tahun sekali. Tapi yang memiliki ketetapan adalah jalan partai.
Amerika Serikat dalam sistem pemerintahannya adalah otokrasi partai atau
demokrasi wajah. Di negara-negara monarki seperti Malaysia, Arab Saudi, Qatar,
UEA keadaan ekonomi dan kemajuan negara lebih baik. Karena sistem mereka
berkelanjutan dalam pembanguan sosial, ekonomi, teknologi dan sebagainya.
Kita
Indonesia tetap dalam demokrasi kita sekarang. Demokrasi yang bagaimana yang
kita mimpikan itu, entahlah. Apa yang kita lakukan sekarang, program apa,
sehingga akan berbuah pada masa depan. Pajak dan pendapatan negara kita
dijadikan APBN. Kemudian disalurkan dalam pembangunan-pembangunan. Lalu dikorek
dan di bagi-bagi. Semuanya terus demikian dan berlanjut. Sumber daya alam terus
berkurang, penduduk terus bertambah. Apa yang terjadi pada masa selanjutnya
kalau kita hanya sebatas itu. Kita berputar-putar di dalam tempurung.
Dengan
demikian, yang perlu kita lakukan adalah mencari ruh dari sistem pemerintahan
kita. Kita harus memiliki mesin di belakang yang kuat. Yang terus menerus
berputar dan mendorong negara kita agar maju bergerak. Jangan kita terus
menjadi boneka zaman yang dipermainkan arus dunia terus menerus. Membentuk
suatu kesepahaman tujuan yang berkelanjutan untuk mengarahkan negara kita. Kita
semestinya merumuskan langkah demi langkah dalam pembangunan bangsa kita. Agar
kita memiliki hasil dan nilai yang terus bertambah. Teknologi yang terus
berkembang setahap demi setahap. Ekonomi dan pembangunan yang terus berjalan.
Salah
satu hal yang seharusnya kita sesalkan dalam transisi pemerintahan Orde Lama
dengan Orde Baru. Masa Orde Lama saat kepemimpinan Presiden Soekarno telah
memulai program pemindahan ibu kota negara. Namun pada masa Orde Baru dalam
pemerintahan otoriter Presiden Soeharto program pemindahan ibu kota negara tidak
dilanjutkan. Seandainya program pemindahan ibu kota baru dijalankan sedikit
demi sedikit tentu sekarang kita akan mudah memindahkan ibu kota. Bagaimana
Presiden Jokowidodo memulai dari nol pemindahan ibu kota. Selain kesulitan
danah untuk pemindahan sekaligus, ditambah para oposisi yang menentang dan mengkritisi.
Pekerjaan itu terus bertambah sulit. Sementara Jakarta terus bertambah padat,
dan kerusakan lingkungan yang parah.
Bukan
hanya pada sistem pemerintahan pusat, tapi juga pada sistem pemerintahan daerah
di Kabupaten Musi Banyuasin misalnya. Pada masa kepemimpinan Bupati Alex
Noerdin telah banyak membangun infrastruktur olah raga. Diantaranya sirkuit
balap sepeda motor dan lapangan terbang layang. Oleh bupati penerus beliau
kedua infrastruktur tidak di urus, terbengkalai. Hanya karena bentuk oposisi
dan lawan politik. Bagaimana seandainya sirkuit dan bandar terbang layang
dikembangkan terus. Sirkuit dijadikan kelas nasional dan bekas landasan pacu
terbang layang dijadikan bandara, lokal dan nasional. Kalau dibiarkan saja
sebagaimana sekarang akan membuat bangunan hancur dan mubazir. Dalam perjalanan
keduanya, pengganti Bupati Alex Noerdin telah wafat dan Bupati Alex Noerdin
pensiun. Dari hasil kontes politik mereka hanya menyisakan kerugian pada bangsa
dan rakyat. Kalau sudah demikian apa gunanya lagi darik pekerjaan mereka.
Hal-hal demikian baiklah kita hindari agar tidak membuat kesia-siaan.
Oleh karena itu, mari kita temukan ruh pemerintahan kita yang berkesinambungan, agar bangsa kita maju. Untuk menjadi sebuah negara maju kita tidak bisa mencapainya dalam waktu singkat. Dalam satu masa kepemimpinan atau dalam sebuah rezim. Apa lagi kalau kita bergantung dari APBN saja. Siapapun presidennya dan apa saja kebijakannya tidak akan lebih dari kepemimpinan sebelumnya. Kalau masa presiden Jokowi anggaran pemerintah 1000 triliun seumpamanya. Kemudian berganti presiden yang lain misalnya dan anggaran masih 1000 triliun dalam setahun. Tentu yang dapat dilakukan tidak jauh-jauh dari yang dijalankan presiden sebelumnya. Kemajuan itu bertahap, setapak demi setapak. Harus ada kesinambungan program, kesinambungan pembangunan, kesinambungan pengetahuan dan lainnya. Walau pun dalam praktik politik kampanye politik berseberangan. Dalam program dasar pembangunan tetaplah sepaham dan berkelanjutan. Lalu apa ruh pemerintahan dan bagaimana pulah mesin penggerak itu?. Itulah pekerjaan kita yang harus kita temukan.
Oleh: Andi
Sahalah
Editor.
Tim Apero Fublic
Palembang,
18 April 2022.
Sy. Apero Fublic
0 comments:
Posting Komentar